Tuesday, July 23, 2013

Paradoks

keabsurdan yang normal. keheningan yang ramai. kebenaran yang salah. diam yang berbicara. telanjang yang berbusana. kehidupan yang mati.dan seterusnya..

Thursday, July 18, 2013

Alay

Mengapa mereka dilarang untuk menjadi alay dan diharuskan berpura pura untuk terlihat lebih dewasa. Menurut saya alay adalah bentuk kejujuran dan ekspresi diri, dan mereka berani untuk jadi diri sendiri. 

Tuesday, July 16, 2013

"Kuantitas" yang Melupakan "Spiritualitas"

*refleksi diri*
Setelah sekian tahun menganut agama islam, dari lahir hingga sekarang, saya mulai berpikir bahwa sepertinya peribadatan yang saya lakukan selama ini (secara pribadi) lebih mengutamakan pada segi kuantitas, daripada kualitas dan nilai spiritual yang seharusnya saya dapat dari sebuah agama. Setujukah anda bahwa pengutamaan kuantitas yang berlebih dalam sebuah ibadah itu malah  akan mengurangi esensi spiritual dari ibadah itu sendiri? Sebagai contoh, si A setiap hari membaca Al-Quran bahkan ia kerap menamatkan kitab suci tersebut lebih dari satu kali di bulan Ramadhan. Ketika ditanya mengapa ia bisa serajin itu, si A menjawab, "biar dapet pahala yang banyak", hal ini beralasan karena guru ngajinya pernah mengatakan bahwa setiap huruf yang dibaca dalam Al-Qur'an, bernilai satu pahala. Tetapi sangat disayangkan ketika ditanya apa makna dari satu ayat yang si A baca, ia sama sekali tidak mengerti, "yang penting baca, baca aja udah syukur" katanya. Ada lagi contoh lain, saat saya mengikuti ibadah shalat tarawih beberapa tahun yang lalu di sebuah masjid yang mengaplikasikan metode 23 rakaat. Saat itu saya berasumsi bahwa dengan ditambahkannya kuantitas rakaat, maka saya akan mendapatkan pahala yang berlebih ketimbang tarawih dengan 8 rakaat, namun baru saja  masuk ke rakaat keempat, saya sudah kualahan mengikuti gerakan sang imam yang bahkan tidak memberikan saya waktu untuk bergerak dari satu gerakan ke gerakan yang lain, karena shalatnya ngebut banget. Walhasil saat itu saya ibarat sehabis melakukan olahraga malam ketimbang melakukan kegiatan beribadah.

Melalui fenomena yang saya temui dari orang lain dan diri saya sendiri, saya merasa bahwa  ceramah2, jargon, kutipan, nasihat atau cerita2 islam yang pernah saya dengar sejak kecil memberikan saya mindset bahwa "nanti ada surga dan neraka, surga itu enak, neraka itu menyeramkan. untuk dapat masuk surga kamu harus memperoleh pahala yang banyak, untuk memperoleh pahala yang banyak, maka beribadahlah yang banyak. Hanya sebatas itukah alasan kita beragama? Bukankah keutamaan agama adalah pendalaman nilai spiritual dari ibadah yang dilakukan. Sejak kecil saya sudah diceritakan mengenai kisah dimana  pada saat kehidupan setelah mati, manusia akan dihitung dan ditimbang amal - amal dan dosa kita. Jika pahala lebih banyak daripada dosa, maka kita akan masuk surga, sedangkan jika dosa yang lebih banyak, maka masuk neraka. Cerita - cerita ini memberikan saya pemikiran bahwa saya harus 'banyak - banyak' ibadah supaya masuk surga dan terhindar dari neraka. Tidak dijelaskan bagaimana kualitas saya beribadah, yang terpenting adalah melakukannya dalam kuantitas yang tinggi, dzikir banyak, tapi tidak tahu mengapa kita harus berdzikir, menghafal Al - Qur'an , tapi tidak mengerti apa makna dari yang saya hafal. Dampak dari pendidikan agama seperti itu saya rasakan dewasa kini, dimana kedekatan saya dengan sang pencipta, atau pemahaman saya mengenai makna dari sebuah ibadah seperti shalat misalnya, masih sering saya pertanyakan dalam hati. Ibadah yang saya lakukan sekarang masih sebatas surga - neraka, pahala - dosa. Mengenai esensi spiritual yang saya dapatkan dalam beragama, itu masih sangat minim.

Memasuki bulan suci Ramadhan, ceramah - ceramah islam pun sering kita temukan di masjid dan televisi. Hal yang terpikirkan oleh saya ketika memasuki bulan suci Ramadhan adalah, "pahala yang akan dilipatgandakan", karena para penceramah dan ustad2 lebih sering menjelaskan keutamaan bulan Ramadhan yang bisa melipatgandakan pahala ibadah. Ketika SMA dulu di bulan puasa saya selalu berpikir bahwa Ramadhan adalah kesempatan untuk memperoleh pahala yang banyak, sehingga tilawah Al- Qur'an sebanyak - banyaknya saya lakukan, tapi saya tidak mengerti dan tidak memperoleh esensi spiritual dari apa yang saya baca atau nilai - nilai dari kegiatan berpuasa. Saya sudah merasa aman bahwa saya akan memperoleh pahala yang banyak, apalagi  akan dihitung satu huruf satu pahala, ditambah pelipatgandaan di bulan Ramadhan. Soal nilai - nilai dan kedalaman pemahaman dari apa yang saya baca, itu nomor dua, pikir saya ketika SMA dulu.
Pengalaman saya beragama dan berstatus islam sejak kecil  serta  melihat  fenomena sehari - hari memberikan pemikiran baru bagi saya bahwa esensi spiritual dan manfaat dari ibadah itu jauh lebih penting ketimbang kuantitas ibadah yang tinggi. Tetapi akan lebih baik lagi apabila kuantitas ibadah yang tinggi seimbang dengan pemahaman terhadap sisi spiritual dari ibadah yang kita kerjakan. Dengan itu semoga kita adalah mendapatkan sisi spiritual dan manfaat dari sebuah ibadah. "Pendapat saya bisa jadi benar, tetapi mungkin juga salah." Sekian

Sunday, July 14, 2013

cuci tangan anomali ala lifebuoy

cuci tangan pake sabun sebenernya cuma memakan waktu 2-3 detik. setelah lifebuoy bilang bahwa pake produk mereka bisa lebih "singkat" karena cuma memakan waktu 10 detik, durasi cuci tangan malah jadi lebih lama.






Wednesday, July 10, 2013

iChild

iChild by alfanth
iChild, a photo by alfanth on Flickr.
"in our generation, hi - tech gadget our toy". 

 Tergantikannya mainan anak - anak oleh gadget2 canggih, adalah sebuah fenomena menarik, terlepas dari sisi positif maupun negatif yang didapat. Ini hanya secuil potret yang saya temukan, dan tidak mewakili keadaan anak generasi kekinian secara umum.