Apa yang terjadi apabila budaya populer masuk ke dalam ranah politik? Dua unsur yang sepertinya sangat bertolak belakang untuk dapat dipadukan, namun fenomena tersebutlah yang telah terjadi hari ini. Politik dan budaya merupakan unsur yang terbuka sehingga keduanya dapat melakukan interpenetrasi untuk melakukan penyatuan kode yang membentuk suatu perilaku politik kultural. Namun dalam interpenetrasi politik kultural ini, budaya seakan berada dalam posisi yang dimanfaatkan untuk dapat memenuhi kebutuhan politik. Pemanfaatan budaya populer dalam sebuah perilaku politik dianggap sebagai strategi baru dalam dunia politik. Tujuannya adalah untuk dapat memenuhi kepentingan politis para aktor politik.Seiring perkembangan zaman dan pesatnya modernitas, para aktor politik semakin sadar bahwa pendekatan secara kultural sangatlah penting untuk dapat meraih perhatian publik secara luas. Budaya populer salah satunya dimanfaatkan sebagai kendaraan yang diarahkan kedalam ranah politik oleh para aktor untuk dapat memenuhi kebutuhan politik mereka.
Penggunaan budaya populer sebagai alat politik dirasa cukup cerdas, melihat budaya populer sangat identik dengan generasi muda, maka sekiranya dengan adanya unsur pop culture dalam sebuah iklan politik maka sebuah kampanye yang bersifat politis dapat terkemas secara lebih menarik dan jauh dari kesan high context yang sudah melekat dalam dunia perpolitik. Kondisi ini nantinya akan mempermudah para aktor politik dalam merangkul generasi muda yang terkenal dengan apatisme mereka terhadap dunia politik. Terlebih lagi peran budaya populer yang mewakili suara mayoritas merupakan sebuah sasaran empuk yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh dukungan politis dari khalayak secara luas.
Pemanfaatan budaya populer sebagai alat politik salah satunya dapat dikemas dalam bentuk kampanye iklan, seperti tv commercial, poster, banner, baliho dan media iklan lainnya.Pemanfaatan eksistensi budaya populer dalam masyarakat oleh aktor politik yang dikemas dalam bentuk iklan cukup marak berkembang di dunia perpolitikan Amerika. Salah satu politikus yang cukup gencar memanfaatkan keberadaan pop culture dalam masyarakat adalah Barrack Obama ketika menjalani pemilihan presiden Amerika pada tahun 2008. Ketika masih berstatus sebagai calon presiden dari Partai Demokrat, dengan cerdas Obama mencoba merangkul masyarakat Amerika melalui pendekatan kultural melalui wadah iklan politik. Sebagai contoh, ketika masih dalam masa kampanye Presiden pada tahun 2008, Obama menggunakan musik populer sebagai media dan wadah kampanye politiknya. Ia memanfaatkan artis – artis populer dalam bidang musik untuk menciptakan sekaligus merekam sebuah lagu easy listening yang berjudul “yes we can!”, sebuah judul lagu yang sebenarnya juga merupakan jargon dari kampanye Obama itu sendiri. Lagu tersebut akhirnya dipublikasikan melalui media video clip agar dapat dipublikasikan kepada khalayak melalui situs pengunduh video seperti Youtube, Metacafe, dan lain sebagainya. Melalui strategi ini, Obama sukses mengajak generasi muda untuk tertarik dengan isu politik dan pada akhirnya mangarahkan mereka untuk mendukung dirinya terpilih sebagai presiden Amerika ke-44.
Masih memanfaatkan musik populer, pada cover majalah Rolling Stone edisi bulan July 2008 wajah Obama terpampang bersama headline majalah yang berjudul “A New Hope”. Jika diperhatikan, penampakan Obama di cover majalah Rolling Stone terlihat aneh. Pasalnya Rolling Stone merupakan majalah yang membicarakan mengenai isu musik populer di Amerika bahkan internasional. Namun bisa – bisanya Obama yang bergerak dalam ranah politik, dibicarakan oleh sebuah majalah yang bergerak dalam bidang musik populer. Obama telah sukses memanfaatkan media cetak yang tidak berkecimpung dalam ranah politik dan intelektual, bahkan majalah ini bersegmentasi pada orang – orang yang apatis terhadap dunia perpolitikan seperti seniman, musisi dan lain sebagainya. Hal ini adalah sebuah pencapaian yang luar biasa dimana Obama dapat menjangkau ranah yang sebenarnya jauh dari jangkauannya.
Pemanfaatan budaya populer melalui wadah media oleh para aktor politik sudah dianggap sebagai strategi politik di era kekinian. Pendekatan politik yang dilakukan secara kultural mulai gencar diberikan. Namun sayangnya fenomena ini masih jarang terjadi di Indonesia, padahal Indonesia merupakan bangsa yang memiliki unsur kebudayaan populer yang cukup beragam. Sekiranya dunia perpolitikan kita perlu untuk belajar dengan Amerika dan dunia barat dimana keberadaan budaya populer dan media dimanfaatkan secara cerdas untuk dapat menghasilkan output positif dalam dunia perpolitikan.
Penggunaan budaya populer sebagai alat politik dirasa cukup cerdas, melihat budaya populer sangat identik dengan generasi muda, maka sekiranya dengan adanya unsur pop culture dalam sebuah iklan politik maka sebuah kampanye yang bersifat politis dapat terkemas secara lebih menarik dan jauh dari kesan high context yang sudah melekat dalam dunia perpolitik. Kondisi ini nantinya akan mempermudah para aktor politik dalam merangkul generasi muda yang terkenal dengan apatisme mereka terhadap dunia politik. Terlebih lagi peran budaya populer yang mewakili suara mayoritas merupakan sebuah sasaran empuk yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh dukungan politis dari khalayak secara luas.
Pemanfaatan budaya populer sebagai alat politik salah satunya dapat dikemas dalam bentuk kampanye iklan, seperti tv commercial, poster, banner, baliho dan media iklan lainnya.Pemanfaatan eksistensi budaya populer dalam masyarakat oleh aktor politik yang dikemas dalam bentuk iklan cukup marak berkembang di dunia perpolitikan Amerika. Salah satu politikus yang cukup gencar memanfaatkan keberadaan pop culture dalam masyarakat adalah Barrack Obama ketika menjalani pemilihan presiden Amerika pada tahun 2008. Ketika masih berstatus sebagai calon presiden dari Partai Demokrat, dengan cerdas Obama mencoba merangkul masyarakat Amerika melalui pendekatan kultural melalui wadah iklan politik. Sebagai contoh, ketika masih dalam masa kampanye Presiden pada tahun 2008, Obama menggunakan musik populer sebagai media dan wadah kampanye politiknya. Ia memanfaatkan artis – artis populer dalam bidang musik untuk menciptakan sekaligus merekam sebuah lagu easy listening yang berjudul “yes we can!”, sebuah judul lagu yang sebenarnya juga merupakan jargon dari kampanye Obama itu sendiri. Lagu tersebut akhirnya dipublikasikan melalui media video clip agar dapat dipublikasikan kepada khalayak melalui situs pengunduh video seperti Youtube, Metacafe, dan lain sebagainya. Melalui strategi ini, Obama sukses mengajak generasi muda untuk tertarik dengan isu politik dan pada akhirnya mangarahkan mereka untuk mendukung dirinya terpilih sebagai presiden Amerika ke-44.
Masih memanfaatkan musik populer, pada cover majalah Rolling Stone edisi bulan July 2008 wajah Obama terpampang bersama headline majalah yang berjudul “A New Hope”. Jika diperhatikan, penampakan Obama di cover majalah Rolling Stone terlihat aneh. Pasalnya Rolling Stone merupakan majalah yang membicarakan mengenai isu musik populer di Amerika bahkan internasional. Namun bisa – bisanya Obama yang bergerak dalam ranah politik, dibicarakan oleh sebuah majalah yang bergerak dalam bidang musik populer. Obama telah sukses memanfaatkan media cetak yang tidak berkecimpung dalam ranah politik dan intelektual, bahkan majalah ini bersegmentasi pada orang – orang yang apatis terhadap dunia perpolitikan seperti seniman, musisi dan lain sebagainya. Hal ini adalah sebuah pencapaian yang luar biasa dimana Obama dapat menjangkau ranah yang sebenarnya jauh dari jangkauannya.
Pemanfaatan budaya populer melalui wadah media oleh para aktor politik sudah dianggap sebagai strategi politik di era kekinian. Pendekatan politik yang dilakukan secara kultural mulai gencar diberikan. Namun sayangnya fenomena ini masih jarang terjadi di Indonesia, padahal Indonesia merupakan bangsa yang memiliki unsur kebudayaan populer yang cukup beragam. Sekiranya dunia perpolitikan kita perlu untuk belajar dengan Amerika dan dunia barat dimana keberadaan budaya populer dan media dimanfaatkan secara cerdas untuk dapat menghasilkan output positif dalam dunia perpolitikan.
Gambar 1 : Pemanfaatan "pop art" melalui kampanye dalam bentuk poster
Gambar 2 : Pemanfaatan popularitas olahraga basket di Amerika, dimana digambarkan bahwa Obama hobi bermain basket dalam kehidupan sehari harinya.
Gambar 3 : masih memanfaatkan popularitas olahraga basket, dalam kampanye politiknya, terlihat salah satu pelatih basket di Amerika memberikan kostum secara simbolis kepada Obama.
Gambar 4 : Obama menjangkau wilayah populer, kali ini dalam bidang musik.




